Oleh : Dimas Hutomo, S.H.
Pertanyaan : Jaman sekarang mencari pekerjaan sangatlah tidak mudah.
Kebanyakan mereka yang mendapatkan pekerjaan bukanlah dari jerih payah usahanya
sendiri melainkan dibawa oleh keluarga atau orang dalam yang bekerja di
perusahaan tersebut. Menurut saya hal ini kurang adil karena banyak orang yang
sudah berusaha keras namun gagal sebab kalah dengan orang dalam di perusahaan.
Apakah
hal tersebut termasuk ke dalam Korupsi Kolusi dan Nepotisme? Bisakah kita
melaporkannya? Apakah ada ketentuan khusus yang mengatur tentang perekrutan
karyawan di sebuah perusahaan? Terima kasih.
Jawaban:
Dimas Hutomo, S.H.
Intisari : Perbuatan perusahaan yang merekrut karyawan berdasarkan
hubungan keluarga dan kerabat dapat disebut dengan nepotisme (perilaku yang
memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada kerabat dekat).
Tidak ada pengaturan secara khusus mengenai sanksi dan
ketentuan melapor yang dapat dilakukan jika perusahaan melakukan nepotisme
dalam proses rekrutmen. Mengenai rekrutmen sebuah perusahaan juga harus
dipahami bahwa Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
menyerahkan proses rekrutmen kepada perusahaan.
Apakah ingin dilakukan sendiri,
atau dengan pelaksana penempatan kerja. Tetapi perlu diingat bahwa, dalam
melakukan penempatan tenaga kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas,
obyektif, serta adil, dan setara tanpa diskriminasi.
Penjelasan lebih lanjut dapat Anda simak dalam ulasan di
bawah ini.
Ulasan :
Terima kasih atas pertanyaan Anda.
Definisi Nepotisme
Pernyataan Anda mengenai perbuatan Perusahaan yang merekrut
karyawan berdasarkan hubungan keluarga dan kerabat, dapat disebut dengan
nepotisme.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang kami akses melalui Badan Pengembangan
dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia,
nepotisme itu adalah:
> perilaku yang memperlihatkan kesukaan yang berlebihan kepada
kerabat dekat
> kecenderungan untuk mengutamakan (menguntungkan) sanak
saudara sendiri, terutama dalam jabatan, pangkat di lingkungan pemerintah
> tindakan memilih kerabat atau sanak saudara sendiri untuk
memegang pemerintahan: proses perekrutan pegawai yang transparan dapat
menghindari praktik -- di lingkungan pemerintahan pusat dan daerah.
Cara Perusahaan Merekrut Karyawan
Pasal 31 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”)
mengatur setiap tenaga kerja mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk
memilih, mendapatkan, atau pindah pekerjaan dan memperoleh penghasilan yang
layak di dalam atau di luar negeri.
Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan
sendiri maupun untuk masyarakat.[1]
Pemberi kerja yang memerlukan tenaga kerja dapat merekrut
sendiri tenaga kerja yang dibutuhkan atau melalui pelaksana penempatan tenaga
kerja, sebagaimana diatur Pasal 35 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Pada dasarnya dalam melakukan penempatan tenaga kerja
dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan setara
tanpa diskriminasi.[2]
Yang dimaksud dengan terbuka adalah pemberian informasi
kepada pencari kerja secara jelas antara lain jenis pekerjaan, besarnya upah,
dan jam kerja. Hal ini diperlukan untuk melindungi pekerja/buruh serta untuk
menghindari terjadinya perselisihan setelah tenaga kerja ditempatkan.[3]
Yang dimaksud dengan bebas adalah pencari kerja bebas
memilih jenis pekerjaan dan pemberi kerja bebas memilih tenaga kerja, sehingga
tidak dibenarkan pencari kerja dipaksa untuk menerima suatu pekerjaan dan
pemberi kerja tidak dibenarkan dipaksa untuk menerima tenaga kerja yang
ditawarkan.[4]
Yang dimaksud dengan obyektif adalah pemberi kerja agar
menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya
dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan, serta harus memperhatikan kepentingan
umum dengan tidak memihak kepada kepentingan pihak tertentu.[5]
Yang dimaksud dengan adil dan setara adalah penempatan
tenaga kerja dilakukan berdasarkan kemampuan tenaga kerja dan tidak didasarkan
atas ras, jenis kelamin, warna kulit, agama, dan aliran politik.[6]
Pelayanan penempatan tenaga kerja adalah kegiatan untuk
mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga tenaga kerja dapat
memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya, dan
pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhannya.[7]
Penempatan tenaga kerja diarahkan untuk menempatkan tenaga
kerja pada jabatan yang tepat sesuai dengan keahlian, keterampilan, bakat,
minat, dan kemampuan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi, dan
perlindungan hukum. Penempatan tenaga kerja tersebut dilaksanakan dengan
memperhatikan pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja sesuai
dengan kebutuhan program nasional dan daerah.[8]
Pelaksana penempatan tenaga kerja dalam merekrut tenaga
kerja terdiri dari:[9]
instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan (Kementerian Ketenagakerjaan); dan lembaga swasta berbadan hukum (wajib memiliki izin tertulis
dari menteri atau pejabat yang ditunjuk).[10]
Kementerian Ketenagakerjaan dilarang memungut biaya
penempatan, baik langsung maupun tidak langsung, sebagian atau keseluruhan
kepada tenaga kerja dan pengguna tenaga kerja.[11] Sedangkan lembaga swasta hanya dapat memungut
biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja
golongan dan jabatan tertentu.[12]
Penempatan tenaga kerja oleh pelaksana penempatan tenaga
kerja dilakukan dengan memberikan pelayanan penempatan tenaga kerja.[13]
Yang dimaksud dengan pelayanan penempatan tenaga kerja
adalah kegiatan untuk mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja, sehingga
tenaga kerja dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat, dan
kemampuannya, dan pemberi kerja dapat memperoleh tenaga kerja yang sesuai
dengan kebutuhannya.[14]
Pelayanan penempatan tenaga kerja bersifat terpadu dalam
satu sistem penempatan tenaga kerja yang meliputi unsur-unsur:[15]
pencari kerja;
lowongan pekerjaan;
informasi pasar kerja;
mekanisme antar kerja; dan
kelembagaan penempatan tenaga kerja.
Unsur-unsur sistem penempatan tenaga kerja diatas dapat
dilaksanakan secara terpisah yang ditujukan untuk terwujudnya penempatan tenaga
kerja.[16]
Apa Sanksi Bagi Perusahaan yang Melakukan Nepotisme dalam
Merekrut Karyawannya?
Tidak ada aturan yang mengatur secara khusus mengenai sanksi
yang dapat diberikan serta ketentuan melapor jika perusahaan melakukan
nepotisme dalam rekrutmen.
Mengenai rekrutmen sebuah perusahaan juga harus dipahami,
bahwa UU Ketenagakerjaan menyerahkan proses rekrutmen kepada perusahaan. Apakah
ingin dilakukan sendiri, atau dengan pelaksana penempatan kerja.
Itu artinya perusahaan mempunyai keleluasaan untuk merekrut
karyawannya. Tetapi perlu diingat bahwa, dalam melakukan penempatan tenaga
kerja dilaksanakan berdasarkan asas terbuka, bebas, obyektif, serta adil, dan
setara tanpa diskriminasi.
Pemberi kerja diharapkan (perusahaan) agar
menawarkan pekerjaan yang cocok kepada pencari kerja sesuai dengan kemampuannya
dan persyaratan jabatan yang dibutuhkan, serta harus memperhatikan kepentingan
umum dengan tidak memihak kepada kepentingan pihak tertentu.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Referensi:
Kamus Besar Bahasa Indonesia, diakses pada Senin, 12
November 2018, pukul 12.09 WIB.
[1] Pasal 1 angka 2 UU Ketenagakerjaan
[2] Pasal 32 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[3] Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[4] Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[5] Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[6] Penjelasan Pasal 32 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[7] Pasal 1 angka 12 UU Ketenagakerjaan
[8] Pasal 32 ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan
[9] Pasal 37 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[10] Pasal 37 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[11] Pasal 38 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[12] Pasal 38 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[13] Pasal 36 ayat (1) UU Ketenagakerjaan
[14] Pasal 1 angka 12 jo. Pasal 36 ayat (1) UU
Ketenagakerjaan
[15] Pasal 36 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
[16] Pasal 36 ayat (3) UU Ketenagakerjaan
Sumber :