Sabtu, 23 November 2019

Koneksi dan Ancaman Tertebas Pedang PHK

Oleh : Bambang Haryanto

Pedang PHK itu jatuh. Lebih dari puluhan wartawan dan staf kehilangan pekerjaan. Penetrasi dunia digital yang masif telah menggerus kue bisnis media cetak sebagai penyebab utama terjadinya PHK. 

Ada yang ikhlas. Ada yang memberontak. Ada pula, ini agak aneh,  dirinya tidak ikut kena PHK walau sebenarnya dia menginginkannya. 

Beberapa bulan kemudian niat dia untuk ikut di-PHK itu terkabul. Karena penerbitan tersebut dilikuidasi. Berhenti terbit sama sekali.

Ada kenalan saya yang ikut jadi korban PHK itu. Tetapi akhirnya bisa survive. Karena selama jadi jurnalis dia banyak berinteraksi dengan atlet, pelatih, petugas medis sampai pengurus, sampai menjadi sahabat pribadi. Kalau ada waktu luang, ia datang ke tempat latihan para atlet. Cari-cari kabar segar dan ngobrol sana-sini. Networkingnya jalan.

Ketika beberapa atlet top yang sudah pensiun ada yang membuka usaha, saudara saya itu diminta untuk menjadi konsultan humas.Juga dilibatkan dalam beragam proyek-proyek pemasaran terkait olahraga tersebut. Menjadi komentator di televisi nasional.

Sementara sebagian temannya semata menjadi wartawan an sich. Menulis berita. Browsing berita-berita dari Internet. Lebih banyak porsi waktu kerjanya ada di depan layar komputer. Sehingga ketika pedang PHK jatuh mereka tidak banyak memiliki koneksi yang bisa membantu dalam memperoleh pekerjaan barunya.

Inti pelajaran dari cerita ini : "berbisnislah" selagi Anda masih memiliki pekerjaan tetap. Terutama bisnis dalam menggalang koneksi atau jejaring di kalangan industri dan luar industri Anda. Berikan value pada mereka. 

Juga terus berinvestasi untuk bagian tubuh leher ke atas Anda!

#koneksiitukunci
#networking
#phk
#strategikarier

Kamis, 14 November 2019

Mendengar, Senjata Ampuh Menggalang Koneksi

Oleh : Bambang Haryanto

Erika. Wartawati acara hiburan televisi. Sosoknya tinggi. Menawan. Jangan bayangkan dia seperti Oriana Fallaci, wartawati asal Italia yang galak, suka berbantah dan legendaris itu.

Erika ditemani bloknot,pena dan awak kamera. Beragam pertanyaan yang dia ajukan semata membuat yang diwawancarainya merasa sebagai winner. Dia bertanya. Mendengarkan. Mencatat.

Kalau John Gray yang terkenal dengan bukunya pria dari Mars dan perempuan dari Venus pernah menulis bahwa semakin didengarkan maka semakin royal, obral, pria dalam bercerita, maka itulah yang terjadi. Erika meraup semakin banyak dan semakin kaya informasi untuk bahan mata acaranya.

Dia memperoleh berkah. Karena memberi atensi. "Salah satu wujud paling tulus dari rasa hormat adalah mendengarkan apa yang diucapkan oleh orang lain." Kata Bryant H McGill. Tapi jangan anggap mendengarkan itu mudah. Pak Covey bilang, "kita cenderung mendengarkan bukan untuk memahami,tetapi untuk bereaksi."

"Seorang pendengar yang baik," simpul Les Giblin dalam Skill With People (2001), "selalu berhasil jauh melampaui seorang pembicara yang baik dalam hal mendapatkan afeksi orang lain."

Dalam strategi berburu pekerjaan secara agresif lewat berkoneksi, Anda bisa memperoleh afeksi dari mitra atau calon bos Anda dengan bertanya,  mendengarkan dan mencatat. Meneladani apa yang dilakukan oleh Erika.

Minggu, 10 November 2019

TTS, Negroponte dan Kiat Berkoneksi

Oleh : Bambang Haryanto

Teka-teki silang. Anda menyukainya? Kalau Anda perempuan dan menyukai TTS, terimalah pujian dari aktor Hollywood Chris Pine. "Bagi saya, perempuan yang seksi adalah mereka yang pintar mengisi TTS." Hmm.

Ada orang pintar lain yang juga terkait TTS. Nicholas Negroponte, pendiri Media Lab dari MIT. Dijuluki sebagai Thomas Jefferson-nya revolusi digital. Pada tanggal 30 September 1996 dia berorasi di Jakarta.

Dalam bagian akhir buku fenomenalnya, Being Digital (1995), dia cerita tentang lomba TTS untuk mahasiswanya. Ada dua regu. Satu regu diminta mencari jawaban di perpustakaan. Regu lain, blusukan di stasiun, bertanya kepada sembarang orang yang dijumpainya.

Buku Being Digital adalah buku teknologi yang endingnya membuat saya menangis. Karena tersentuh rasa optimistis dia bahwa dunia digital akan memberi kemaslahatan bagi umat manusia.

Satu contoh, adalah cita-cita Negroponte yang ingin menyambungkan silaturahmi antar-generasi. Di AS disebut ada 30 juta pensiunan yang pengetahuan dan kearifannya masih terpendam, menunggu kontak dialog dengan generasi muda melalui dunia maya.

Cita-cita itu bisakah dikloning di negara kita? Saya tidak tahu. Sedikit ilustrasi : sebagai generasi Boomer tentu saya senang bisa bereuni dengan teman-teman lama, lewat Facebook, misalnya.

Termasuk dengan beberapa teman yang dulu sebagai bekerja di media. Tetapi mana tulisannya kini yang mantul di dunia maya? Tidak banyak dari mereka, juga para dosen dan cendekiawan lainnya, yang terus menulis secara serius di dunia maya. Kata orang, mungkin mereka dulu menulis karena mencari nafkah semata. Setelah pensiun,ya, tidak tergerak menulis lagi.

Kembali ke lomba TTS.

Pemenangnya adalah regu yang blusukan di stasiun-stasiun. Dalam konteks strategi berburu pekerjaan fakta itu mengukuhkan mantra ini : berkoneksi adalah kunci keberhasilan!